KONSEP DASAR NEGARA REPUBLIK
INDONESIA
Pancasila
secara resmi menjadi dasar Negara Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945
ketika ditetapkannya Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi negara
Indonesia oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). secara rinci,
rumusan Pancasila tercantum di dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai Dasar
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
1. Proses Penyusunan dan Penetapan.
a. Pembentukan
Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Pada tanggal 29
April 1945 dibentuk bPUPKI dan dilantik pada tanggal 28 Mei 1945. dengan
terbentuknya badan ini, bangsa Indonesia mendapat kesempatan secara legal untuk
membicarakan dan mempersiapkan keperluan kemerdekaan Indonesia, anta lain
mempersiapkan Undang-Undang Dasar yang berisi antara lain dasar negara, tujuan
negara, bentuk negara, dan sistem pemerintahan.
b. Penyusunan
Konsep Rancangan Dasar Negara dan Rancangan Undang-Undang Dasar sebagai
konstitusi negara Indonesia merdeka.
Pada tanggal 29
Mei s/d 1 Juni 1945 diselenggarakan sidang BPUPKI yang pertama. Dalam sidang
ini, Ketua BPUPKI dr. K.R.T Radjiman Wedyodiningrat menyatakan kepada peserta
sidang mengenai dasar falsafah apa yang akan dibentuk bagi negara Indonesia
merdeka.
a.) Mr.Muhammad Yamin (29 Mei 1945)
Usulan rumusan
dasar negara secara lisan:
1. Peri
kebangsaan
2. Peri
kemanusiaan
3. Peri
Ketuhanan
4. Peri
kerakyatan
5.
Kesejahteraan rakyat
Usulan rumusan
dasar negara secara tertulis :
1. Ketuhanan
Yang Maha Esa
2. Kebangsaan
Persatuan Indonesia
3. Rasa
kemanusiaan yang adil dan beradab
4. Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
5. keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
b.) Prof.Dr.Mr.R.Soepomo (31 Mei 1945)
Usulan konsep
dasar negara Indonesia :
1. Paham
negara persatuan
2. Hubungan
negara dan agama
3. Sistem badan
permusyawaratan
4. Sosialisme
negara
5. Hubungan
antarbangsa
c.) Ir. Soekarno (1 Juni 1945)
Ir. Soekarno
mengusulkan dasar negara Indonesia merdeka adalah Pancasila.
Rumusan dasar
negara Indonesia :
1.
Kebangsaan Indonesia
2.
Internasionalisme atau peri kemanusiaan
3. Mufakat atau
demokrasi
4.
Kesejahteraan sosial
5. Ketuhanan
yang berkebudayaan
2. Rumusan Dasar Negara menurut Jakarta Charter (22 Juni 1945) :
1. Ketuhanan
dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2. Kemanusiaan
yang adil dan beradab.
3. Persatuan
Indonesia.
4. Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
5. Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3. Sidang BPUPKI yang kedua tanggal 10 s/d 16 Juli 1945
Pada sidang
pleno kedua BPUPKI membicarakan tentang rancangan undang-undang dasar Negara
Indonesia merdeka dan berhasil membentuk panitia kecil. Panitia Kecil yang
dipimpin oleh Ir. Soekarno, bertugas merumuskan rancangan Pembukaan
undang-undang dasar yang berisi tujuan dan asas Negara Indonesia merdeka.
Panitia Kecil yang dipimpin oleh Prof.Dr.Mr.R.Soepomo, bertugas merumuskan
rancangan batang tubuh undang-undang dasar dan rancangan naskah proklamasi.
Pada hari
kelima sidang ini, yakni tanggal 14 Juli 1945 telah diterima rancangan dasar
Negara sebagaimana tersebut dalam Piagam Jakarta yang dicantumkan dalam
Pembukaan dari rencana UUD yang sedang disiapkan.
4. Penetapan UUD 1945.
Pada tanggal 18
Agustus 1945, anggota PPKI bersidang menetapkan:
1.
Mengesahkan pembukaan dan batang tubuh UUD 1945.
2.
Memilih Ir. Soekarno sebagai Presiden RI dan Drs.Moh.Hatta
sebagai Wakil
Presiden RI yang pertama.
3. Untuk
sementara waktu, pekerjaan presiden sehari-hari dibantu
oleh Badan
Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat ( BP-KNIP ).
Rumusan dasar
Negara yang disahkan dan tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, berbunyi sebagai
berikut.
a. Ketuhanan
Yang Maha Esa.
b. Kemanusiaan
yang adil dan beradab.
c. Persatuan
Indonesia.
d. Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
e. Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
5. Pembentukan Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia
Pada tanggal 7 Agustus 1945 BPUPKI
dibubarkan Jepang. Untuk menindaklanjuti hasil kerja BPUPKI, Jepang membentuk
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Lembaga tersebut dalam bahasa
Jepang disebut Dokuritsu Junbi Iinkai. PPKI beranggotakan 21 orang yang
mewakili seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Mereka terdiri atas 12 orang
wakil dari Jawa, 3 orang wakil dari Sumatera, 2 orang wakil dari Sulawesi, dan
seorang wakil dari Sunda Kecil, Maluku serta penduduk Cina. Ketua PPKI pada
tanggal 18 Agustus 1945, menambah anggota PPKI enam orang lagi sehingga semua
anggota PPKI berjumlah 27 orang.
PPKI dipimpin oleh Ir. Sukarno,
wakilnya Drs. Moh. Hatta, dan penasihatnya Ahmad Subarjo. Adapun anggotanya
adalah Mr. Supomo, dr. Rajiman Wedyodiningrat, R.P. Suroso, Sutardjo, K.H.
Abdul Wachid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, Oto Iskandardinata, Suryohamijoyo,
Abdul Kadir, Puruboyo, Yap Tjwan Bing, Latuharhary, Dr. Amir, Abdul Abbas,
Teuku Moh. Hasan, Hamdani, Sam Ratulangi, Andi Pangeran, I Gusti Ktut Pudja,
Wiranatakusumah, Ki Hajar Dewantara, Kasman Singodimejo, Sayuti Melik, dan Iwa
Kusumasumantri.
6. Proses
Penetapan Dasar Negara dan Konstitusi Negara
Pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI
mengadakan sidangnya yang pertama. Pada sidang ini PPKI membahas konstitusi
negara Indonesia, Presiden dan Wakil Presiden Indonesia, serta lembaga yang
membantu tugas Presiden Indonesia. PPKI membahas konstitusi negara Indonesia
dengan menggunakan naskah Piagam Jakarta yang telah disahkan BPUPKI. Namun,
sebelum sidang dimulai, Bung Hatta dan beberapa tokoh Islam mengadakan
pembahasan sendiri untuk mencari penyelesaian masalah kalimat ”... dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” pada kalimat
”Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.
Tokoh-tokoh Islam yang membahas adalah Ki Bagus Hadikusumo, Kasman Singodimejo,
K.H. Abdul Wachid Hasyim, dan Teuku Moh. Hassan. Mereka perlu membahas hal
tersebut karena pesan dari pemeluk agama lain dan terutama tokoh-tokoh dari
Indonesia bagian timur yang merasa keberatan dengan kalimat tersebut. Mereka
mengancam akan mendirikan negara sendiri apabila kalimat tersebut tidak diubah.
Dalam waktu yang tidak terlalu lama, dicapai kesepakatan untuk menghilangkan
kalimat ”... dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya”. Hal ini dilakukan untuk menjaga persatuan dan kesatuan
bangsa Indonesia. Kita harus menghargai nilai juang para tokoh-tokoh yang
sepakat menghilangkan kalimat ”.... dengan kewajiban menjalankan syariat Islam
bagi pemeluk-pemeluknya.” Para tokoh PPKI berjiwa besar dan memiliki rasa
nasionalisme yang tinggi. Mereka juga mengutamakan kepentingan bangsa dan
negara di atas kepentingan pribadi dan golongan. Adapun tujuan diadakan
pembahasan sendiri tidak pada forum sidang agar permasalahan cepat selesai.
Dengan disetujuinya perubahan itu maka segera saja sidang pertama PPKI dibuka.
7.
Perbedaan dan Kesepakatan yang Muncul dalam Sidang PPKI
Pada sidang pertama PPKI rancangan
UUD hasil kerja BPUPKI dibahas kembali. Pada pembahasannya terdapat usul
perubahan yang dilontarkan kelompok Hatta. Mereka mengusulkan dua perubahan.
Pertama, berkaitan dengan sila pertama yang semula berbunyi
”Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diubah
menjadi ”Ketuhanan Yang Maha Esa”. Kedua,
Bab II UUD Pasal 6 yang semula berbunyi ”Presiden ialah orang Indonesia yang
beragama Islam” diubah menjadi ”Presiden ialah orang Indonesia asli”. Semua
usulan itu diterima peserta sidang. Hal itu menunjukkan mereka sangat
memperhatikan persatuan dan kesatuan bangsa. Rancangan hukum dasar yang
diterima BPUPKI pada tanggal 17 Juli 1945 setelah disempurnakan oleh PPKI
disahkan sebagai Undang-Undang Dasar Negara Indonesia. UUD itu kemudian dikenal
sebagai UUD 1945. Keberadaan UUD 1945 diumumkan dalam berita Republik Indonesia
Tahun ke-2 No. 7 Tahun 1946 pada halaman 45–48.
Sistematika UUD 1945 itu terdiri atas hal sebagai berikut.
- Pembukaan (mukadimah) UUD
1945 terdiri atas empat alinea.
Pada Alenia ke-4 UUD 1945 tercantum Pancasila sebagai dasar negara yang
berbunyi sebagai berikut.
-
Pancasila
|
- Ketuhanan Yang Maha Esa.
- Kemanusiaan yang adil dan
beradab.
- Persatuan Indonesia.
- Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
- Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
|
- Batang tubuh UUD 1945 terdiri atas 16 bab, 37 pasal, 4 pasal aturan
peralihan, dan 2 ayat aturan tambahan
- Penjelasan UUD 1945 terdiri atas penjelasan umum dan penjelasan pasal demi
pasal.
Susunan dan rumusan Pancasila yang
terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 merupakan perjanjian seluruh bangsa
Indonesia. Oleh karena itu, mulai saat itu bangsa Indonesia membulatkan tekad
menjadikan Pancasila sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Setelah Rumusan Pancasila diterima
sebagai dasar negara secara resmi beberapa dokumen penetapannya ialah :
•
Rumusan Pertama : Piagam Jakarta (Jakarta Charter) – tanggal 22 Juni
1945
• Rumusan Kedua : Pembukaan
Undang-undang Dasar – tanggal 18 Agustus 1945
• Rumusan Ketiga : Mukaddimah
Konstitusi Republik Indonesia Serikat – tanggal 27 Desember 1949
• Rumusan Keempat : Mukaddimah
Undang-undang Dasar Sementara – tanggal 15 Agustus 1950
• Rumusan Kelima : Rumusan Kedua
yang dijiwai oleh Rumusan Pertama (merujuk Dekrit Presiden 5 Juli 1959)
8. Hari
Kesaksian Pancasila
Pada tanggal 30 September 1965, adalah awal dari Gerakan 30 September
(G30SPKI). Pemberontakan ini merupakan wujud usaha mengubah unsur Pancasila
menjadi ideologi komunis. Hari itu, enam Jendral dan berberapa orang lainnya
dibunuh sebagai upaya kudeta. Namun berkat kesadaran untuk mempertahankan
Pancasila maka upaya tersebut mengalami kegagalan. Maka 30 September
diperingati sebagai Hari Peringatan Gerakan 30 September[ [G30S-PKI] ] dan
tanggal 1 Oktober ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila, memperingati
bahwa dasar Indonesia, Pancasila, adalah sakti, tak tergantikan.
9. Butir-Butir
Pengamalan Pancasila
Ketetapan MPR no. II/MPR/1978 tentang Ekaprasetia Pancakarsa menjabarkan kelima
asas dalam Pancasila menjadi 45 butir pengamalan sebagai pedoman praktis bagi
pelaksanaan Pancasila. Tidak pernah dipublikasikan kajian mengenai apakah
butir-butir ini benar-benar diamalkan dalam keseharian warga Indonesia.
Sila Pertama
1. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya terhadap Tuhan
Yang Maha Esa.
2. Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai
dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang
adil dan beradab.
3. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama
dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
4. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
5. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang
menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
6. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai
dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
7. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
kepada orang lain.
Sila kedua
1. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
2. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap
manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis
kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
3. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
4. Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
5. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
6. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
7. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
8. Berani membela kebenaran dan keadilan.
9. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
10. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
Sila ketiga
1. Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan
bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan
golongan.
2. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila
diperlukan.
3. Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
4. Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
5. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,
dan keadilan sosial.
6. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
7. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
Sila keempat
1. Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia
mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama.
2. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
5. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai
hasil musyawarah.
6. Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil
keputusan musyawarah.
7. Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan
pribadi dan golongan.
8. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang
luhur.
9. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada
Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai
kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan
bersama.
10. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk
melaksanakan pemusyawaratan.
Sila kelima
1. Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana
kekeluargaan dan kegotongroyongan.
2. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
4. Menghormati hak orang lain.
5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
6. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan
terhadap orang lain.
7. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya
hidup mewah.
8. Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan
kepentingan umum.
9. Suka bekerja keras.
10. Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan
kesejahteraan bersama.
11. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan
berkeadilan sosial.