Selasa, 17 November 2015

Sinopsis Negeri Lima Menara

Novel Negeri 5 Menara
Karya A. Fuadi

Alif lahir di pinggir Danau Maninjau dan tidak pernah menginjak tanah di luar ranah Minangkabau. Alif dari kecil berkeinginan untuk menjadi B.J Habibie, jadi setelah tamat SMP Alif sudah berencana untuk meneruskan sekolah ke SMA negeri di Padang. Namun, Amak (ibu) menginginkan Alif jadi penerus Buya Hamka, membuat mimpi Alif kandas.
Alif diberi pilihan sekolah di sekolah agama atau mondok di pesantren. Alif sempat marah, namun ia berusaha ikhlas karena Alif tidak ingin mengecewakan harapan orang tua khususnya ibu, Alif pun menuruti keinginan ibunya dan masuk pondok. Atas saran dari pamannya di Kairo, Alif pun memutuskan untuk melanjutkan sekolah di pondok yang ada di Jawa Timur, Pondok Madani.  Awalnya Amak sangat terkejut dengan keputusan Alif yang memilih pondok di Jawa, bukan yang ada di dekat rumah mereka dengan pertimbangan Alif belum pernah menginjak tanah di luar ranah minang, namun akhirnya ibunya merestui keinginan Alif itu.
Awalnya Alif setengah hati menjalani pendidikan di pondok karena dia harus merelakan cita-citanya untuk kuliah di ITB pupus. Namun kalimat bahasa Arab yang didengar Alif dihari pertama di Pondok Madani mampu mengubah pandangan Alif tentang pendidikan di Pesantren sama baiknya dengan sekolah umum. "Mantera" sakti yang diberikan kiai Rais "Man jadda wajada", siapa yang bersungguh-sungguh pasti berhasil. Dan Alif pun menjalani hari-hari di pondok dengan ikhlas dan bersungguh-sungguh.
Di Pondok Madani Alif berteman dengan Raja dari Medan, Said dari Surabaya, Dulmajid dari Sumenep, Atang dari Bandung dan si jenius Baso dari Gowa, Sulawesi. Kehidupan di Pondok Madani tidak semudah menjalani sekolah biasa. Hari-hari Alif dipenuhi kegiatan hafalan Al-Qur'an, harus belajar berbicara bahasa Arab dan Inggris di 6 Bulan pertama. Karena Pondok Madani melarang keras murid-muridnya berbahasa Indonesia, Pondok juga mewajibkan semua murid berbahasa Arab dan Inggris. Belum lagi peraturan ketat yang diterapkan Pondok pada murid, apabila ada sedikit kesalahan dan tidak taat peraturan yang berakhir pada hukuman. Tahun-tahun pertama Alif dan ke-5 temannya sangat berat dalan beradaptasi dengan adat atau peraturah yang ada di Pondok.
Hal yang paling berat dijalani di Pondok adalah pada saat ujian, semua murid belajar 24 jam. Mereka harus benar-benar mempersiapkan mental dan fisik demi menjalani ujian lisan dan tulisan yang biasanya berjalan selama 15 hari. Disela rutinitas di Pondok yang super padat dan ketat, Alif dan ke-5 temannya selalu menyempatkan diri untuk berkumpul di bawah menara masjid, sambl memikirkan kehidupan mereka ke depan.
Semua terasa begitu kompak dan bersahabat, sampai pada suatu hari yang tak terduga, Baso, teman alif yang paling pintar dan paling rajin memutuskan keluar dari PM karena permasalahan ekonomi dan keluarga.
Kepergian Baso, membangkitkan semangat Alif, Atang, Dulmajid, Raja dan Said untuk menamatkan PM dan menjadi orang sukses yang mampu mewujudkan cita-cita mereka menginjakkan kaki di benua Eropa dan Amerika. Kini semua mimpi mereka berenam telah menjadi nyata. Mereka  berenam telah  berada di lima Negara yang berbeda. Alif berada di Amerika, Raja di Eropa,  sementara Atang di Afrika, Baso berada di Asia, sedangkan Said dan Dulmajid sangat nasionalis, mereka tetap di Negara Kesatuan Republik Indonesia tercinta. Makna yang dapat diambil yaitu, jangan pernah remehkan impian, walau setinggi apapun. Gapailah impianmu walaupun beribu halangan maupun rintangan.

Kamis, 06 Agustus 2015

Prosa : Ingatan

Lelah sudah diriku hari ini. Hari yang dipenuhi oleh lamunan bayang semu. Tak seorangpun yang tahu apa yang aku pikirkan saat ini. Seketika aku tersenyum, teringat sosok wajah yang tak asing bagiku. Pagi itu indah sekali. Sambutan hangat senyummu di depan kelas, membuatku bersemangat untuk menempuh hari. Tak henti-hentinya, aku berusaha untuk mengajakmu bicara. Hanya untuk sekedar bergurau, atau mengejek. Setelah salat dhuhur, senyumanmu kembali menyambutku. Entah itu senyuman sapa atau palsu. Aku selalu berusaha tampil baik dihadapanmu. Untuk memikat perhatian dan pikiranmu. Perilaku konyolku terkadang menghiburmu. Tapi apa kau tahu kalau berusaha memimakt hatimu ? Mungkin yang kau tahu, aku hanyalah orang konyol yang tidak tahu sopan santun. Terkadang akupun memahaminya. Lamunanku tiba-tiba buyar. Bunyi dering telepon genggamku, mengganggu ingatan yang muncul. Namun masih terbayang dibenakku. Apakah kau tahu perasaanku kepadamu ?

Rabu, 11 Februari 2015

Pesan

Haru menyelimuti diriku. Saat pertama kali ku dengar kabar itu, terasa gendang telingaku pecah berkeping - keping. Di dalam kesunyian malam, aku terpaku, bahkan aku tak bisa berpikir jernih. Kupaksakan mata ini terpejam. Agar terlewat malam yang sunyi ini.
Di kegelisahan hati, aku beranjak pergi dari kamar. Membuka pintu dan keluar.
" Ah, dingin sekali pagi ini. "
Aku masuk dan pergi ke kamar mandi. Aku basuh muka seraya komat - kamit membaca doa. Aku langsungkan untuk menjalankan kewajibanku. Tak terasa sinar pun menyongsong masuk menyeruak jendela yang terbuka. Aku paksa diri untuk menata diri dengan mandi dan bersiap. Dengan bergegas aku menyalakan sepeda motor pemberian ibuku. Dengan segera aku pergi ke suatu acara tanpa persiapan yang matang.
" Aku harus sampai disana sebelum acara itu dimulai, " ucapku dalam hati.
Jam ditangan kanan, terasa begitu cepat berputar. Aku pun mempercepat laju kendaraanku agar sampai di acara itu lebih awal. Pukul 08.15, aku pun sampai disana. Untung saja acara tersebut belum dimulai. Aku pun masuk ke dalam rumah dan melihat banyak dari kerabatku yang menangis. Aaku hampiri mereka dan melihat sesosok tubuh wanita tua yang terbaring di tengah - tengah mereka. Wajahnya pucat, dibungkus oleh kain kafan dan selendang batik. Aku pun tak kuasa menahan tangisku. Tak kusangka kabar dari ayahku malam itu benar. Aku menghampiri ibuku dan memeluknya.
" Le, jangan sedih, "
aku pun masih tak bisa menerima kenyataan.
" Le, embah punya pesan buat kamu, " "Apa itu buk ? " jawabku.
" Jadilah anak yang berbakti pada orang tua. Dan ibu harap, kamu bisa ikhlaskan kepergian embah ya Le. ! "
Tak dapat diucapkan dengan kata - kata. Aku tak tau harus apa. Semoga engkau ditempatkan disisiNya, Embah. Amin.

Minggu, 01 Februari 2015

DENGAN KASIH SAYANG

DENGAN KASIH SAYANG 
Karya : W.S. Rendra
Dengan kasih sayang
Kita simpan bedil dan kelewang
Punahlah gairan pada darah
Jangan!
Jangan dibunuh pada lintah dara
Ciumlah mesra anak jadah tak berayah
Dan sumbat jarimu pada mulut peletupan
Karena darah para bajak dan perompak
Akan mudah mendidih oleh pelor

Mereka bukan tapir atau budak
Hatinya pun berurusan dengan cinta kasih
Seperti jendela yang terbuka bagi angin sejuk
Kita sering kehabisan cinta untuk mereka
Cuma membenci yang nampak rompak
Hati tak bisa berpelukan dengan hati mereka,
Terlampau terbatas pada lahiriah masing pihak
Lahiriah yang terlalu banyak meminta
Terhadap sajak yang paling utopis
Bacalah dengan senyuman yang sabar
Jangan dibenci para pembunuh
Jangan dibiarkan anak bayi mati sendiri
Kere-kere jangan mengemis lagi
Dan terhadap penjahat yang paling laknat
Pandanglah dari jendela hati yang bersih

KARAWANG BEKASI

KARAWANG BEKASI
Karya: Chairil Anwar
Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi
Tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi

Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami
Terbayang kami maju dan berdegap hati ?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu
Kenang, kenanglah kami
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum apa-apa
Kami sudah beri kami punya jiwa
Kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu jiwa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan, kemenangan dan harapan
Atau tidak untuk apa-apa
Kami tidak tahu, kami tidak bisa lagi berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang-kenanglah kami
Menjaga Bung Karno
Menjaga Bung Hatta
Menjaga Bung Syahrir
Kami sekarang mayat
Berilah kami arti
Berjagalah terus di garsi batas pernyataan dan impian
Kenang-kenanglah kami
Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi

Pahlawan Tak Dikenal

PAHLAWAN TAK DIKENAL 
Karya : Toto Sudarto Bachtiar
Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah lubang peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang

Dia tidak ingat bilamana dia datang
Kedua lengannya memeluk senapang
Dia tidak tahu untuk siapa dia datang
Kemudian dia terbaring, tapi bukan tidur sayang
wajah sunyi setengah tengadah
Menangkap sepi padang senja
Dunia tambah beku di tengah derap dan suara merdu
Dia masih sangat muda
Hari itu 10 November, hujan pun mulai turun
Orang-orang ingin kembali memandangnya
Sambil merangkai karangan bunga
Tapi yang nampak, wajah-wajahnya sendiri yang tak dikenalnya
Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata : aku sangat muda